Dahlan Iskan
MASA KECIL MASA
SULIT
Dahlan Iskan
lahir di Desa Kebun Dalam Tegalarum, Kecamatan Bando, Magetan, Jawa Timur,
tahun 1951. Setelah lemari bajunya terjual, Dahlan Iskan akhirnya memutuskan
sendiri tanggal dan bulan kelahirannya, yaitu 17 Agustus. Ia memilih tanggal
serta bulan itu agar mudah diingat karena bertepatan dengan kemerdekaan
Indonesia.
Lemari baju
satu-satunya terpaksa dijual untuk makan sehari-hari. Padahal di belakang
lemari itu bapaknya biasa mencatat tanggal kelahiran anak-anaknya . Tanggal
lahir Dahlan pun ikut lenyap bersama sang lemari.
Sejak kecil,
Dahlan sudah akrab dengan kemiskinan. Pakaian yang ia miliki hanya satu celana
pendek, satu baju dan satu sarung. Kain sarung yang ia miliki bisa dijadikan
alat serbaguna olehnya. Mulai dari sebagai alat ibadah, pengganti baju jika ia
mencuci bajunya, pengganti celana jika ia mencuci celananya, selimut, bahkan
karung jika ia sedang mengumpulkan sisa panen kedelai orang kaya. Kalau lapar
mendera, dia terpaksa mencuri tebu milik pabrik gula di dekat rumahnya. Puluhan
tahun kemudian nasib berkata lain. Dia harus menjadi pemimpin puluhan pabrik
gula yang sedang sekarat di seluruh Indonesia. Hutang Dahlan dibayar lunas,
satu tahun setelah dia menjadi menteri BUMN, pabrik-pabrik gula itu mulai
menuai keuntungan setelah puluhan tahun merugi.
MASA DEWASA MASA BEKERJA
Dahlan Iskan
memulai karirnya sebagai calon reporter Harian Mimbar Masyarakat di Samarinda.
Segera setelah ia tidak menyelesaikan kuliahnya di IAIN (sekarang STAIN) dan lebih
memilih untuk menggeluti dunia kewartawanan di Koran kampus dan aktif
dibeberapa organisasi seperti Pelajar Islam Indonesia. Tahun 1976, ia menjadi
wartawan majalah Tempo. Nama Dahlan Iskan melejit setelah membuat liputan
eksklusif karamnya Tampomas II. Kapal buatan Jepang dari Jakarta yang menuju
Makassar itu, terbakar 2 hari sebelum akhirnya tenggelam. Sekitar 400 penumpang
tewas, ada pula yang menyebut 666 tewas, salah satunya sang nakhoda, Abdul
Rivai.
Dahlan yang
saat itu menjadi kepala biro Tempo Jawa Timur, menjadi satu-satunya wartawan
yang meliput. Karena medan ke lokasi sangat sulit. Dalam 3 hari, dia
mengumpulkan bahan berita dan merekonstruksi tahap-tahap karamnya kapal. Dahlan
saat itu berhasil mewawancara seluruh awak kapal, dan korban yang selamat
di dalam kapal motor Sangihe yang dipakai mengevakuasi korban.
Begitu
terbit, liputan itu langsung banjir pujian. Bahkan disebut-sebut sebagai cikal
bakal lahirnya gaya investigasi ala Tempo. Karier Dahlan pun melesat cepat
akibat liputan maut ini.
Pada tahun
1982, Dahlan Iskan dipercaya untuk memimpin Koran Jawa Pos yang dibeli oleh
Eric Samola (Direktur Utama PT Grafiti Pers, penerbit Tempo). Koran ini dahulu
beranama Java Post yang kemudian menjadi Djawa Post dan akhirnya menjadi Jawa
Pos. Pada saat itu, pasar Koran Surabaya dikuasai oleh harian Surabaya Post dan
Kompas. Jawa Pos waktu itu hampir mati dengan sirkulasi Cuma 6.800
eksemplar. Oplah yang habis diangkut dengan beberapa becak. Dalam kurun waktu
lima tahun pertama (1982-1987), Dahlan iskan telah menjadikan Jawa Pos surat
kabar spektakuler dengan oplah 126.000 eksemplar beserta omset tahunan melejit
sampai Rp 10,6 miliar atau 20 kali lipat dari omset ditahun pertama (1982).
“Dulu saking
tidak terkenalnya, kalo ada yang bertanya dimana kantor Jawa Pos? Jawabannya:
“Di depan kantor Bank Karman.” Padahal Bank Karman juga bukan bank terkenal.
Itu menjadi lecutan buat saya untuk membalik keadaan. Saya mau kalau ada yang
bertanya di mana kantor Bank Karman. Jawabannya harus: “Di depan kantor Jawa
Pos!” Sayangnya cita-cita saya tidak kesampaian. Bank Karman keburu dilikuidasi
saat Jawa Pos mulai terkenal.” Kenang Dahlan Iskan sambil tertawa.
Pada tahun
1993, dalam usia 42 tahun, Dahlan Iskan memutuskan berhenti sebagai pemimpin
redaksi dan pemimpin umum Jawa Pos. Inisiatifnya untuk berhenti karena percaya
pentingnya regenerasi , memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk
berkarya. Alasan lain adalah karena ia ingin lebih fokus sebagai orang nomor
satu Jawa Pos News Network yang ia dirikan selanjutnya.
Pada tahun
1997, ia berhasil mendirikan Graha Pena, gedung perkantoran berlantai 20, dan
menjadi salah satu gedung pencakar langit di Surabaya. Kemudian gedung serupa
juga dibangun di Jakarta pada tahun 2002. Dahlan mengembangkan bisnis medianya
dengan membentuk Jawa Pos News Network (JPNN) yang merupakan salah satu
jaringan media terbesar di tanah air yang Jawa Pos Group saat ini memiliki 207
koran, 65 percetakan, 42 stasiun TV lokal, jaringan pemberitaan, pabrik kertas
hingga belasan gedung perkantoran.
MASA TRANSISI MASA BERBAKTI
Aktifitas di
media benar-benar ditinggalkan Dahlan ketika menderita kanker hati. Saking
parahnya, satu-satunya cara untuk menyelamatkan hidupnya adalah dengan
melakukan operasi transplantasi hati. Proses menjalani operasi ditulis Dahlan
menjadi sebuah buku “GANTI HATI” yang mengilhami banyak orang untuk mulai hidup
sehat dan tetap semangat menghadapi penyakit kritis.
Setelah
menjalani transplantasi hati (2006), Dahlan menghabiskan waktu sebagai Ketua
Dewan Pengawas Pesantren Sabilul Muttaqin (PSM). Mengembangkan 131 sekolah
dengan 9.300 guru. Dua di antaranya berstatus pesantren internasional
bekerjasama dengan Al Irsyad, lembaga pendidikan Islam ternama di Singapura.
Pesantren internasional di Magetan itu diberi nama International Islamic School
(IIS). Sebanyak 15 guru IIS mendapat sertifikasi international sehingga mereka
bisa menjadi guru di semua sekolah yang menggunakan kurikulum Cambridge School
di seluruh dunia.
Mengurusi
pesantren adalah kebahagian Dahlan. Selain karena perhatiannya yang besar pada
dunia pendidikan, juga karena merupakan wasiat dari orangtunya.
MASA BERBAKTI MASA MENGABDI
Bos Koran
Menjadi Bos Setrum
Pada 23
September 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama PLN menggantikan Fahmi
Mochtar. Banyak orang yang tidak setuju akan hal ini, dikarenakan Dahlan Iskan
bukanlah seorang yang berpendidikan ataupun berada dalam bidang PLN. Menanggapi
cibiran tersebut, Dahlan dengan lugasnya menjawab melalui petikan :
“PLN ialah
tempat berkumpul orang-orang hebat! Karyawannya lulusan SMA jurusan terhebat,
Fisika! Jurusan yang dianggap paling pintar! Lalu, masuk Fakultas Teknik
Elektro ITB, yang terhebat! Lulus ITB, diseleksi lagi masuk PLN oleh
senior-senior yang hebat! Tidak diragukan lagi, PLN adalah kumpulan orang-orang
terhebat dan terpintar di negeri ini! Jadi dibutuhkan manusia bodoh seperti
saya... Kata
Dahlan.
Semenjak
memimpin PLN, Dahlan membuat beberapa gebrakan dengan mengidentifikasi masalah
PLN menjadi 5 musuh besar yang harus dikalahkan. Musuh No 1, yakni krisis
listrik. PLN berhasil mengatasi krisis listrik hanya dalam waktu enam bulan
(Januari-Juni 2010). Dalam waktu sesingkat itu kekurangan listrik di seluruh
Indonesia tercukupi berkat manajemen distribusi daya yang lebih baik. Musuh
besar No 2 panjangnya daftar tunggu: 2,5 juta orang. Ada yang sudah antre
listrik sejak lima atau tujuh tahun. Daftar tunggu itu berhasil diselesaikan
melalui dua kali gerakan sehari sejuta sambungan (GRASSS).
Musuh besar
No 3: banyaknya gangguan trafo, juga sudah berhasil dikalahkan. Perawatan yang
lebih intensif didukung dengan penyediaan trafo cadangan yang mencukupi
berhasil meminimalkan gangguan listrik akibat kerusakan trafo. Musuh no. 4
yaitu gangguan feeder (penyulang) juga berhasil diatasi. Di Indonesia masih
banyak feeder yang berjarak lebih dari jarak ideal yaitu 25 km. Bahkan di
Tapanuli ada feeder yang panjangnya 300 km. Jarak feeder diusahakan seideal
mungkin dimasa Dahlan.
Musuh besar
no.5 yaitu inefisiensi sudah diperangi. Banyaknya pembangkit salah makan karena
sulit mendapat gas membuat PLN terpaksa membakar solar yang lebih mahal. Berkat
‘mengemis’ ke berbagai pihak, beberapa pembangkit berbahan bakar BBM sudah
mulai mendapatkan gas. Sayangnya sebelum upaya ini tuntas, tanggung jawab yang
lebih besar disematkan ke pundak Dahlan.
Lulusan Pesantren Memimpin BUMN
Dua tahun
menjabat sebagai Direktur Utama PLN, pada tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan Iskan
ditunjuk oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri BUMN. Ia
terisak dan terharu begitu dirinya dipanggil menjadi menteri BUMN karena ia
berat meninggalkan PLN yang menurutnya sedang pada puncak semangat untuk
melakukan reformasi PLN serta ia harus menanggung tanggung jawab yang besar
dengan memegang amanah yang besar ini.
Begitu
menjadi Menteri BUMN Dahlan menetapkan 3 misi BUMN: Pertama, BUMN harus bisa
dipakai sebagai alat ketahanan nasional. Industri strategis masuk kelompok ini,
demikian juga BUMN pangan. Kedua, BUMN harus bisa berfungsi sebagai engine of
growth. Mesin pertumbuhan ekonomi. Proyek-proyek penting yang akan bisa
menggerakkan ekonomi secara nyata harus dimasuki BUMN. Ketiga, BUMN harus bisa
dipergunakan untuk menumbuhkan kebanggaan nasional. Pride of Nation. Sejumlah
BUMN tidak boleh hanya bisa menjadi jago kandang. Harus menjadi kebanggaan
bangsa di dunia internasional.
“Alangkah
hebatnya Indonesia kalau semua potensi bangsa disatukan dalam koordinasi yang
utuh. Kalau saja ada kesatuan di dalamnya, kita bisa memproduksi pabrik apa
pun, alat apa pun, dan kendaraan apa pun. Pembangkit listrik, pabrik gula,
pabrik kelapa sawit, pesawat, kapal, kereta, motor, mobil, dan apalagi sepeda,
semua bisa dibuat di dalam negeri” Ujar Dahlan.
Visi itu
satu persatu berhasil diwujudkannya dalam waktu singkat. Industri pertahanan
negara bangkit, pembangunan infrastruktur memanfaatkan kekuatan BUMN
begitu cepat, BUMN pertanian dan perkebunan bergerak bahu membahu mewujudkan
ketahanan pangan nasional. Mimpinya membentuk BUMN-BUMN yang kuat yang mampu
bersaing dalam pasar global terwujud ketika Pertamina masuk dalam Fortune 500.
Garuda Indonesia mengalahkan MAS dan menjadi maskapai kelas ekonomi terbaik
dunia. Semen Indoensia mengakusisi pabrik semen di Vietnam dan menjadi Pabrik
Semen terbesar di ASEAN. BUMN-BUMN Karya melakukan ekspansi ke Afrika dan
Jazirah Arab. Banyak prestasil lain BUMN di bawah Dahlan Iskan yang menumbuhkan
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Kerja.Kerja.
Kerja. Demi Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar